Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit
infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. TBC adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri “Mycobacterium
Tuberculosis”.
Suatu penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bersifat tahan asam dan mudah menular melalui
udara.
Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh
Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis. Bakteri
tersebut merupakan batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitif terhadap panas sinar ultraviolet.
Cara Penularan
1)
Secara langsung
(1)
Berbicara berhadapan
(2)
Air Born/percikan
air ludah
(3)
Berciuman
(4)
Udara bebas (dalam satu kamar)
2)
Secara tidak langsung/melalui
alat-alat yang tercemar basil.
(1)
Makanan/minuman
(2)
Tidur
(3)
Saputangan
(4)
Mandi
Depkes
RI (2008: 5) cara penularan TBC adalah :
1)
Sumber penularan adalah pasien TB BTA
positif.
2)
Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan
dahak.
3)
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab.
4)
Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5)
Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.
Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda yang ditemukan
pada penderita Tuberkulosis adalah:
1)
Batuk-batuk kurang lebih 2 minggu
2)
Keluaran mukus/dahak kurang lebih 2
minggu
3)
Anoreksia/nafsu
makan menurun
4)
Badan lemah, letih dan cepat lelah
5)
Dada terasa sakit
6)
Sering terjadi febris, temperature naik 38-39ºC (jika terjadi komplikasi temperatur
lebih dari 39ºC).
7)
Hiperpireksia kurang lebih 2 minggu
8)
Bila berat terjadi Caverne dan batuk darah/hemoptoe
9)
Kadang-kadang terjadi dispnoe sampai cyanosis.
10) Pemeriksaan
Laboratorium:
(1) Leukosistosis
(2)
Hb turun/anemia
(3)
LED meningkat/tinggi
(4)
Eritrosit menurun jika kronis
(5)
Sputum BTA +
(6)
Faeses/urine
basil positif
11) Pemeriksaan Radiologi/foto thoraks menunjukan
adanya kesan:
(1)
Koch
Pulmonal aktif
(2)
Adanya jaringan parut/fibrosis
(3)
Gambaran keruh
Pada orang yang
terinfeksi oleh bakteri tuberculosis,
secara alamiah tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk melawan perkembangan
bakteri. Akibatnya bakteri menjadi inaktif, tetapi masih tetap tinggal di dalam
tubuh. Inilah yang disebut dengan latent tuberculosis. Pasien yang
mengalami latent tuberculosis memiliki ciri-ciri:
1) Tidak
mengalami gejala TBC.
2) Tidak
merasa sakit.
3) Tidak
dapat menyebarkan bakteri tuberculosis.
4)
Biasanya pada PPD test (tuberculosis skin
test reaction) memberikan hasil positif.
5)
Pada beberapa kasus, dapat mengalami perkembangan menjadi active tuberculosis jika tidak menerima terapi.
Apabila pasien yang tidak menerima
pengobatan, mengalami penurunan daya tahan tubuh maka latent tuberculosis
akan berkembang menjadi active tuberculosis. Active tuberculosis
adalah kondisi di mana sistem imun tubuh tidak mampu untuk melawan bakteri tuberculosis yang terdapat dalam tubuh,
sehingga menimbulkan infeksi terutama pada bagian paru-paru. Gejala untuk active
tuberculosis meliputi :
1) Batuk berkepanjangan selama 3 minggu atau
lebih.
2) Nyeri pada bagian dada.
3) Batuk berdahak atau berdarah.
4) Penurunan berat badan.
5) Demam, menggigil dan berkeringat pada malam hari.
6) Kelelahan dan kehilangan selera makan.
Pada pasien anak
yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya
kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Tuberculosis
pada anak-anak seringkali tidak menimbulkan gejala khusus. Gejala utama TB pada orang
dewasa adalah batuk berdahak yang terus menerus selama 3 minggu atau
lebih. Sayangnya, pada anak-anak, umumnya batuk lama bukan gejala utama
TB. Batuk lama, juga bisa manifestasi dari alergi. Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular
flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yang cukup lama
dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic,
seseorang yang kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB
aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi.
Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yang diperlukan dari mula
terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 (enam) bulan.
Dalam Diagnosis
& Tatalaksana Tuberkulosis Anak (2008 :12 ), gejala umum TB pada anak-anak
adalah sebagai berikut :
1)
Berat badan di bawah garis merah atau
bahkan gizi buruk, sehingga penurunan berat badan menjadi kriteria penting. Penurunan
berat badan selama 2 bulan
berturut-turut tanpa sebab yang jelas .
2)
Demam lama/berulang yang lama (> 2
minggu) tanpa sebab yang jelas, setelah disingkirkan kemungkinan penyebab
lainnya (bukan tifus, malaria atau
infeksi saluran nafas akut). Dapat juga disertai keringat malam.
3)
Pembesaran kelenjar getah bening yang
tidak sakit, di leher, ketiak dan lipatan paha.
4)
Gejala –gejala dari saluran nafas,
misalnya batuk kronik lebih dari 3 minggu (setelah disingkirkan sebab lain dari
batuk), nyeri dada ketika bernafas atau batuk.
Apabila bakteri
TB menyebar ke organ-organ tubuh yang lain, gejala yang ditimbulkan akan
berbeda-beda. Misalnya;
1)
Tanda bahaya : Kaku kuduk, kejang,
penurunan kesadaran dan kegawatan lain misalnya sesak nafas.
2) Gibbus, koksitis.
3) Foto
thoraks menunjukan gambaran milier,
kavitas, efusi pleura.
Namun harus
dicermati pula bahwa gejala-gejala di atas bukan monopoli TBC, karena banyak
juga jenis penyakit lain yang menimbulkan gejala serupa. Meski begitu,
bila anak mengalami gejala-gejala seperti tersebut diatas, sah-sah saja bila
orangtua curiga. Tetapi kecurigaan ini harus dimanisfestasikan secara
rasional, dengan cara memastikan dengan sebenar-benarnya apakah anak mengidap
TBC atau tidak. Terlebih bila ada orang dewasa (yang sehari-hari bergaul
dekat dengan anak) yang sakit TBC, maka orangtua ’wajib’ memeriksakan kondisi
kesehatan anak.
Pengambilan
dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu
kriteria lain dengan
menggunakan sistem
skor.
Tabel 2.1: Sistem
Skoring (scoring system) Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB (Depkes RI, 2008: 25
dan Depkes IDAI, 2008: 13)
Parameter
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Jumlah
|
Kontak TB
|
Tidak jelas
|
Laporan keluarga, BTA negatif atau tidak tahu, BTA tidak jelas
|
BTA positif
|
||
Uji Tuberkulin
|
Negatif
|
Positif (≥ 10 mm, atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresi
|
|||
Berat Badan
/keadaan Gizi
|
Bawah garis merah (KMS) atau BB/U <80%
|
Klinis gizi buruk (BB/U <60%)
|
|||
Demam tanpa sebab jelas
|
≥ 2 minggu
|
||||
Batuk*
|
≥ 3 minggu
|
||||
Pembesaran kelejar limfe koli, aksila, inguinal
|
≥ 1 cm jumlah > 1, tidak nyeri
|
||||
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang
|
Ada pembengkakan
|
||||
Foto rontgen thoraks
|
Normal /tidak jelas
|
Kesan TB
|
|||
Jumlah
|
Catatan :
1.
Diagnosis dengan sistem skoring
ditegakan oleh dokter.
2.
Batuk dimasukan dalam skor setelah
disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya
seperti Asma, Sinusitis dan lain-lain.
3.
Jika dijumpai Skrofuloderma** (TB pada
kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
4.
Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname), → lampirkan tabel berat
badan.
5.
Foto thoraks bukan alat diagnostik utama
pada TB anak.
6.
Semua anak dengan reaksi cepat BCG
(reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan
sistem skoring TB anak.
7.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)
8.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5,
dirujuk ke RS untuk dievaluasi lebih lanjut.
Patofisiologi
Jika seseorang
yang belum pernah terpapar TB, menghirup cukup banyak tuberkel ke dalam alveoli
maka terjadilah infeksi tuberkulosis.
Reaksi tubuh tergantung pada kerentanan, besarnya basil yang masuk dan virulensi organisme. Peradangan terjadi
dalam alveoli/parenkim paru dan
pertahanan tubuh alami berusaha melawan
infeksi tersebut. Makrofak menangkap organisme lalu dibawa ke sel T. Proses
radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Di bagian tengah tengah
nodul terdapat basil tuberkel. Bagian luar mengalami fibrosis, bagian tengah kekurangan makanan, mengalami nekrosis atau yang disebut dengan proses
pengkejuan. Bagian tengah nekrotik dapat mengapur/kalsifikasi atau mencair, materi
cair ini dapat dibatukan keluar meninggalkan rongga/caverne dalam parenkim paru (tampak pada foto thorax). Bila hanya
tampak nodul yang telah mengalami pengkapuran/tuberkel Ghon yang disertai dengan pembesaran kelenjar limfe di
hilus paru bersama-sama maka disebut kompleks primer. Kondisi tersebut membuat
peka seseorang terhadap basil tuberkel dan jika dilaksanakan tes tuberkulin akan memberi reaksi positif basil. Seseorang yang pernah terkena basil tuberkulosis akan menetap dalam
paru dalam keadaan tenang dan terbungkus/dormant
dan bertahan seumur hidup. Kondisi fisik yang menurun dapat menyebabkan
basil tersebut aktif kembali. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dibuktikan dengan
tes kulit dengan hasil positif.
Yang
beresiko tinggi tertular Tuberkulosis adalah:
1)
Orang-orang yang kontak fisik secara
dekat dengan penderita
2)
Orang-orang tua
3)
Anak-anak
4)
Pengguna psikotropika
5)
Orang-orang bertaraf hidup rendah dan
memiliki akses rendah terhadap fasilitas kesehatan.
6)
Pengidap HIV
7)
Orang-orang yang berada di negara yang
terkena epidemi TBC
8)
Orang-orang yang sedang sakit dan turun
daya tahan kekebalan tubuhnya.
Risiko
terinfeksi dengan basil TB berhubungan langsung dengan tingkat pajanan dan
tidak ada hubungan dengan faktor keturunan atau faktor lainnya pada pejamu.
Periode yang paling kritis timbulnya gejala klinis adalah 6–12 bulan setelah
infeksi. Resiko untuk menjadi sakit paling tinggi pada usia dibawah 3 tahun dan
paling rendah pada usia akhir masa kanak-kanak dan risiko meningkat lagi pada
usia adolesen dan dewasa muda, usia
tua dan pada penderita dengan kelainan sistem imunitas. Reaktivasi dari
infeksi laten yang berlangsung lama sebagian besar terjadi pada penderita TB
usia lebih tua. Untuk mereka yang terinfeksi oleh basil TB kemungkinan
berkembang menjadi TB klinis meningkat pada penderita HIV/AIDS, mereka dengan
kelainan sistem imunitas, mereka dengan berat badan rendah dan kekurangan gizi,
penderita dengan penyakit kronis seperti gagal ginjal kronis, penderita kanker,
silikosis, diabetes, postgastrektomi,
pemakai NAPZA. Orang dewasa dengan TB laten yang juga disertai dengan infeksi
HIV kemungkinan untuk menderita TB klinis selama hidupnya berkisar antara 10%
sampai dengan 60–80%. Interaksi kedua penyakit ini mengakibatkan terjadinya
pandemi paralel dari penyakit TB: misalnya dinegara - negara Sub Sahara di
Afrika 10–15% orang dewasa menderita infeksi HIV dan TB. Angka kesakitan
TB meningkat 5–10 kali lipat pada akhir pertengahan tahun 1990-an. (Depkes
RI, 2005)
Penatalaksanaan
1)
Pengobatan TBC
(1) Minum obat dengan teratur dan benar sesuai
dengan anjuran dokter selama 6 bulan
berturut-turut tanpa terputus. Jenis, jumlah, dan dosis obat yang cukup serta
teratur dalam menjalankan proses pengobatan.Bila minum obat tidak teratur maka
dapat berakibat kuman TBC tidak mati, tumbuh resistensi obat, kuman menjadi
kebal sehingga penyakit TBC sulit sembuh.
(2) Makan makanan yang baik dengan gizi yang
seimbang
(3)
Istirahat yang cukup
(4)
Berhenti merokok, hindari minum minuman beralkohol dan obat bius
(5) Anggota keluarga ikut aktif dalam
memperhatikan si penderita dalam meminum obatnya secara teratur dan benar
(6) Dianjurkan meminum obat dalam
keadaan perut kosong (pagi)
Depkes (2008 :
20) Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
Tabel 2.2: Jenis, sifat dan
dosis OAT (Depkes RI, 2008: 20)
JENIS OAT
|
SIFAT
|
Dosis yang direkomendasikan (mm/kg)
|
|
Harian
|
3 x seminggu
|
||
Isoniazid ( H )
|
Bakterisid
|
5
( 4 – 6 )
|
10
( 8 – 12 )
|
Rifampicin ( R )
|
Bakterisid
|
10
( 8 – 12 )
|
10
( 8 – 12 )
|
Pyrazinamide ( Z )
|
Bakterisid
|
25
( 20 – 30 )
|
35
( 30 – 40 )
|
Streptomycin ( S )
|
Bakterisid
|
15
( 12 – 18 )
|
|
Ethambutol ( E )
|
Bakteriostatik
|
15
( 15 – 20 )
|
30
( 20 – 35 )
|
Tabel 2.3: Panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Jangka
Pendek Rekomendasi WHO dan Peruntukannya ( Gerdunas, 2002 : 5)
KATEGORI
|
PADUAN OBAT
|
UNTUK PENDERITA TUBERKULOSIS
|
|
Tahap Intensif
|
Tahap Lanjutan
|
||
I
|
2HRZE
2HRZS
|
4 H3R3
4 HR
6 HE
|
· TBC Paru Baru BTA +
· TBC Paru BTA – Rö + yg
sakit berat (baik gambaran Rö maupun keadaan klinisnya buruk
· TBC ekstra Paru sakit
berat
|
II
|
2 HRZES/
1HRZE
|
5 H3R3E3
5HRE
|
· TBC Paru BTA +, kambuh
· TBC Paru BTA +, gagal
· TBC Paru BTA +,
pengobatan ulang karena lalai berobat
|
III
|
2 HRZ
|
4 H3R3
4 HR
6 HE
|
· TBC Paru BTA – Rö +
sakit ringan
· TBC ekstra paru, ringan
|
Catatan: Paduan OAT dengan huruf tebal adalah paduan
yang digunakan dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis, dikemas dalam bentuk
paket kombipak.
2) Perawatan
(1) Perawatan bagi TBC aktif dan TBC pasif walaupun
menggunakan obat anti tubercolusis
(OAT) yang sama namun periode perawatannya berbeda. Penderita TBC pasif
(infeksi TBC) cukup diberi perawatan dalam waktu 6 bulan yang dikenal dengan
perawatan pencegahan. Sedangkan penderita TBC aktif (penyakit TBC) memerlukan
waktu 6-9 bulan dan tindakan isolasi mungkin diperlukan ketika dianggap
menular. Perawatan dalam kedua keadaan itu disertai dengan mengkonsumsi makanan
bergizi, istirahat yang cukup dan mengikuti saran-saran dokter.
(2) Karena
pengobatan ini memerlukan waktu yang lama dan obat-obatan yang diminum juga
banyak, maka faktor kepatuhan penderita minum obat sangat diperlukan untuk
mencegah kegagalan terapi atau resistensi. Untuk itu dilakukan strategi
penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah
DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse).Dalam DOTS ada seseorang yang akan mengawasi serta
mengingatkan penderita minum OAT yang disebut dengan Pengawas Minum Obat (PMO).
Biasanya PMO ini berasal dari keluarga atau kerabat dekat penderita.Dengan
menggunakan strategi DOTS, proses penyembuhan TBC dapat secara cepat dan tepat.
DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan
secara langsung.Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa
mencapai 95%.
(3)
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:
a) Adanya komitment politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh
menanggulangi TBC, sehingga dengan adanya peran serta berbagai unsur pemerintah
dan masyarakat diharapkan program ini berjalan sukses.
b)
Meningkatkan deteksi dini dan kemampuan diagnosis penyakit TBC di pusat
pelayanan kesehatan perifier (Puskesmas)
c)
Pengobatan TBC dengan Obat Anti TBC (OAT) jangka pendek dengan diawasi
secara langsung oleh Pengawas Minum Obat (PMO)
d)
Tersedianya OAT yang terjangkau penderita secara konsisten
e)
Pencatatan dan pelaporan penderita TBC
3)
Pencegahan Penyebaran Tuberkulosis
Cara-cara pencegahan :
1)
Temukan semua penderita TB dan berikan
segera pengobatan yang tepat.
2)
Sediakan fasilitas medis yang memadai,
misalnya laboratorium dan alat rontgen,
tempat tidur untuk penderita yang memerlukan perawatan.
3)
Beri penyuluhan kepada masyarakat
tentang cara-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan
diagnosa secara dini.
4)
Mengurangi dan menghilangkan kondisi
sosial yang yang mempertinggi resiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan
hunian.
5)
Program pemberantasa TB harus ada di
seluruh fasilitas kesehatan dan di fasilitas dimana penderita HIV/penderita imunosupresi lainnya ditangani (seperti
di Rumah Sakit, tempat rehabilitasi, pemakai Napza, panti asuhan anak
terlantar).
6)
Pemberian INH sebagai pengobatan
preventif memberikan hasil yang cukup efektif untuk mencegah progresivitas
infeksi TB laten menjadi TB klinis. Berbagai penelitian yang telah dilakukan
terhadap orang dewasa yang menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian
rejimen alternatif seperti pemberian Rifampicin
dan Pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
7)
Sediakan fasilitas perawatan penderita
dan fasilitas pelayanan diluar institusi untuk penderita yang mendapatkan
pengobatan dengan sistem (DOPT/DOTS) dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan
dan pengobatan preventif untuk
kontak.
8)
Terhadap mereka yang diketahui terkena
infeksi HIV segara dilakukan tes Mantoux
menggunakan PPD kekuatan sedang.
9)
Di AS dimana imunisasi BCG tidak
dilakukan secara rutin terhadap mereka yang mempunyai risiko tinggi tertulari
TB dan HIV dilakukan tes tuberkulin secara selektif dengan tujuan untuk
menemukan penderita.
10)
Pemberian imunisasi BCG terhadap mereka
yang tidak terinfeksi TB (tes tuberkulin negatif), lebih
dari 90% akan memberikan hasil tes tuberkulin
positif.
11)
Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi
yang menderita TB Bovinum dengan cara
menyembelih sapi-sapi yang tes tuberkulin
positif. Susu dipasteurisasi sebelum dikonsumsi.
12)
Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja pabrik dan tambang.
Pengawasan
penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2005)
1)
Laporkan segera kepada instansi
kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB.
2)
Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk
mencegah penularan dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik
sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu.
Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita
berat dan bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat
di rumah.
3)
Pencegahan infeksi: Cuci tangan dan
praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan
rutin. Tidak ada tindakan pencegahan khusus untuk barang-barang (piring,
sprei, pakaian dan lainnya). Dekontaminasi
udara dengan cara ventilasi yang baik dan bisa ditambahkan dengan sinar UV.
4)
Karantina: Tidak diperlukan.
5)
Penanganan kontak. Di AS terapi preventif selama 3 bulan bila skin tes negatif harus diulang lagi,
imunisasi BCG diperlukan bila ada kontak dengan penderita.
6)
Investigasi kontak, sumber penularan dan
sumber infeksi: Tes PPD direkomendasikan untuk seluruh anggota keluarga bila
ada kontak. Bila hasil negatif harus diulang 2-3 bulan kemudian.
Lakukan X-ray bila ada gejala yang
positif. Terapi preventif bila
ada reaksi positif dan memiliki risiko tinggi terjadi TBC aktif (terutama untuk
anak usia 5 tahun atau lebih) dan mereka yang kontak dengan penderita HIV (+).
7)
Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat
secara langsung terbukti sangat efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah
direkomendasikan untuk diberlakukan di AS.
Yang
menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling efektif adalah
mengurangi penderita TBC. Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini dalam
mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO
merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga tahapan penting, yaitu
mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan secara langsung.
Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin) terbuat dari bakteri Mycobacteria Tubercolusis Strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TBC
pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur
hidup. Di Indonesia diberikan kepada balita sebelum berumur dua bulan. BCG
tidak dapat mencegah serangan TBC namun memberikan perlindungan kepada anak
pada bagian vital lain seperti otak (meningitis
tuberkolusis) yang dapat berakibat buruk pada perkembangan otak anak. Karena
sumber penularan TB adalah orang-orang dewasa yang sehari-hari dekat dengan
anak, maka mereka lah yang harus ditangani dengan baik dan benar. Jika
orangtua mencurigai dirinya atau anggota keluarga (yang serumah) lain memiliki
gejala-gejala TBC, segera periksakan ke dokter untuk memastikan apakah
menderita TBC aktif atau tidak. Jika ternyata ada yang positif mengidap
TBC aktif, tentunya anak harus diberi profilaksis INH, dan orang-orang
lain yang tinggal serumah juga harus segera diperiksa kondisi kesehatannya.
Sedangkan orang yang positif mengidap TBC aktif harus dipastikan mengkonsumsi
OAT-nya secara teratur sampai masa pengobatannya selesai. Akan lebih baik
apabila screening ini dilakukan
sebelum bayi lahir atau bahkan sebelum ibu hamil. Imunisasi
dengan vaksin BCG sangat penting untuk mengendalikan penyebaran penyakit
TBC. Vaksin ini akan memberi tubuh kekebalan aktif terhadap penyakit
TBC. Vaksin ini hanya perlu diberikan sekali seumur hidup, karena
pemberian lebih dari sekali pun tidak berpengaruh. Tetapi imunisasi BCG
juga tidak sepenuhnya dapat melindungi manusia dari serangan TBC. Tingkat
efektivitas vaksin BCG memang ’hanya’ 70-80 %. Beberapa negara maju
menetapkan kebijakan tidak perlu imunisasi BCG, cukup mengawasi dengan ketat
kelompok yang beresiko tinggi. Tetapi untuk Indonesia, vaksin ini masih sangat dibutuhkan,
mengingat posisi Indonesia yang no 3 di dunia sebagai negara dengan jumlah
penderita TBC terbanyak. Vaksin BCG
akan sangat efektif bila diberikan segera setelah lahir atau paling lambat 2
bulan setelah lahir (dengan catatan selama itu bayi tidak kontak dengan
pengidap TB aktif). Meskipun BCG tidak dapat 100% mencegah TBC paru-paru,
tetapi pemberian vaksin ini akan melindungi anak dari bentuk-bentuk TBC yang
lebih ganas (meningeal TB dan miliary TB). Anak yang
sudah diimunisasi BCG, lalu terinfeksi kuman TB, umumnya tidak berkembang
menjadi sakit. Kalaupun sampai berkembang menjadi TB aktif, biasanya
perkembangbiakan kuman akan terlokalisir di paru-paru saja (pulmonary TB).
Selain imunisasi, orangtua juga harus memperhatikan asupan gizi anak.
Asupan gizi yang baik ditambah imunisasi BCG, diharapkan cukup ampuh menangkal
serangan bakteri TB. Kalaupun anak sampai terinfeksi, dampaknya akan
lebih ringan. Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama pengobatan TBC pun
sebaiknya harus diatur dokter untuk mencegah efek samping yang lebih
serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat dicegah dengan cara:
1. Mengurangi kontak dengan
penderita penyakit TBC aktif.
2. Menjaga standar hidup yang
baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang sehat, dan berolahraga.
3. Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus
TBC yang lebih berat). Vaksin
ini secara rutin diberikan pada semua balita.
Jika
batuk anda berkepanjangan, periksakan ke dokter, cek lendir/dahak yang
dihasilkan. Sering berjemur dipagi hari sekitar jam 7-8 pagi selama 25-30 menit
untuk membuat tubuh berenergi. Jaga kebersihan tubuh dan tangan. selain itu
juga hindari kontak langsung dengan orang yang menderita TBC. Perhatikan pola
makan yang kaya akan vitamin dan mineral untuk meningkatkan sistem kekebalan
tubuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes –
IDAI. Kelompok Kerja TB Anak. (2008) Diagnosis
& Tatalaksana Tuberkulosis Anak.
Depkes
Jawa Timur. (2008) Pelatihan Survei
Resistensi Obat Anti Tuberkulosis Program Penanggulangan Tuberkulosis.
Depkes RI.
(2008) Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis.
Edisi 2 cetakan kedua.
Depkes
RI, Ditjen PP & PL. (2005) Manual
Pemberatasan Penyakit Menular.
Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Timur, Proyek Peningkatan Promosi Kesehatan. (2001) Buku saku pelaksanaan PHBS bagi masyarakat
wilayah kecamatan.
Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis/GERDUNAS-TBC. (2002a) Pengobatan Penderita Tuberkulosis,
Modul-4 Pelatihan Penaggulangan Tuberkulosis Nasional, Jakarta.
Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis/GERDUNAS-TBC. (2002b) Penyuluhan, Modul-8 Pelatihan Penanggulangan
Tuberkulosis Nasional, Jakarta.
Gerakan
Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis/GERDUNAS-TBC. (2002c) Program Penanggulangan Tuberkulosis,
Modul-1 Pelatihan Penangulangan Tuberkulosis Nasional, Jakarta.
Murwani,
Arita. (2008) Perawatan Pasien Penyakit
Dalam, Mitra Cendikia Offset, Yogyakarta.
Smeltzer, C.
Suzanne. (2002) Keperawatan Medikal Bedah.
Cetakan 1, EGC Jakarta.
Tambayong,
Jan. (2000) Patofisiologi Untuk
Keperawatan, EGC, Jakarta.
www.ibudananak.com,
ibu dan anak - TBC Pada Anak.htm
www.infeksi.com/. Pusat Informasi Penyakit Infeksi - PENYAKIT -
Tuberkulosis.htm
www.melilea.com , Tuberkulosa (TBC) Si
Penyakit Menular.htm.
www.meprofarm.com/med/index.php.
Informasi Lengkap Tentang TBC (Tuberkulosis-TB).htm
www.pikiran-rakyat.com Waspadai Penyakit TB paru, Seorang Penderita TB Dewasa
Bisa Menulari Sepuluh Anak Agnes Tri
Harjaningrum.htm.
www.tanyadokter.com , Disease
- Tuberkulosis (TBC).htm
www.tempointeraktif.com,
Tempointeraktif_com - Indonesia Peringkat Tiga TBC Dunia.htm
www.Yahoo.com, Yahoo! Answers - Bagaimana jadwal minum OAT
penderita TBC paru.htm
www.88DB.com. Ruang Kerja Berisiko Sebarkan TBC
Kesehatan & Pengobatan Knowledge 88DB
Indonesia.htm
apakah ada klinik di daerah serang Banten dekat Balaraja
BalasHapusuntuk perawatan TBC
Mohon maaf, saya tidak paham daerah Banten. Hubungi Puskesmas terdekat untuk penanganan TBC
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSemoga bisa langsung cepat sembuh
BalasHapusGame Android
Informasi Terbaru
Ternyata penularannya cukup mudah sekali
BalasHapusTuberkulosis Adalah – Pengertian TB Paru | Artikel TBC Terbaru